Jika orang-orang bisa memahami, bahwa akibat dari lepas tanggung jawab bisa menimbulkan bencana hebat di dalam kehidupan; mungkin mereka tidak akan pernah menghindari tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya oleh kehidupan. Menghindari tanggung jawab, tidak saja berakibat buruk pada diri sendiri, melainkan juga berpengaruh buruk pada orang lain dan apapun yang ada di sekitarnya. Itulah sebabnya sangat berbahaya, karena “lepas tanggung jawab”, seperti “pedang bermata dua”. Misalnya saja, yang paling umum dilakukan oleh orang tua pada anaknya; yaitu “menyayangi” atau “mengabaikan” anaknya.
Sudah hal wajar, jika orang tua sangat menyayangi anaknya, dan punya kecenderungan mengikuti apa saja keinginan si anak. Si anak minta apapun diturutinya, mau melakukan apapun juga dibiarkannya, bermain tidak kenal batasan waktupun sang orang tua juga tidak bisa melarangnya … semuanya itu dilakukan dengan alasan sangat sayang anak.
Banyak orang tua berpikir, demi untuk menghindari “bentrokan” dengan si anak, dan demi kasih sayangnya; maka mereka cenderung membiarkan dan menuruti saja keinginan dan kemauan si anak. Inilah sebenarnya kesalahan besar orang tua. Mereka tidak memahami, bahwa gaya kasih sayang berlebihan pada si anak, akan berdampak negatif terhadap masa depan anaknya.
“Namanya juga masih anak-anak” Kalimat seperti itu seringkali terdengar, terucap dari para orang tua. Memang kelihatannya kalimat tsb, sarat dengan cinta kasih kepada anak. Terkesan sangat menyayangi anak. Namun penting untuk dipahami, bahwa anak-anak adalah usia emas dalam pembentukan karakter. Semakin dini orang tua membentuk karakter anak, semakin mudah bagi anak untuk menerimanya dan mengubah dirinya.
Nah, kembali pada “Namanya juga masih anak-anak”, maka sebagai orang tua, kita sebaiknya tidak melakukan hal itu. Lantas, apakah sebagai orang tua, kita harus bersikap keras kepada anak, ketika melihat anak-anak melakukan sesuatu yang tidak tepat?
Tentu saja, sebagai orang tua, kita tetap harus bersikap penuh cinta kasih kepada anak-anak kita. Mengarahkan perilaku anak-anak, tetaplah dengan bahasa penuh cinta. Anak-anak hanya membutuhkan kepastian, hal-hal apa saja yang boleh dilakukannya, dan mana yang tidak boleh dilakukannya.
Tunjukkan kepada anak, suatu kepastian bahwa ini boleh dilakukan, dan yang itu tidak boleh dilakukan, dengan tegas namun tetap penuh sentuhan cinta kasih.
Jadi, kalimat “Namanya juga masih anak-anak” sangat tidak tepat untuk digunakan dalam mengomentari perilaku anak yang menyimpang. Meski sebagai orang tua, kita mencintai anak-anak kita, namun cinta kasih yang berlebihan, akan dapat merusak masa depan anak kita.
Anak-anak yang pada masa kecilnya terlalu dimanja, dibiarkan saja perilakunya tanpa ada kontrol yang baik dari orang tua; biasanya pada saat mereka dewasa juga cenderung tidak bisa mandiri, malas dan tidak punya daya juang tangguh dalam menghadapi tantangan hidup di depannya. Orang tua yang berlebihan dalam kasih sayang kepada anaknya, sesungguhnya mereka telah “lepas tanggung jawab” terhadap masa depan anak mereka.
Demikian juga sebaliknya, ada orang tua yang tidak mau tahu dengan anaknya. Mereka “masa bodoh” dengan kehidupan anaknya. Biasanya karena tekanan ekonomi, atau tekanan psikologis yang menimpa orang tua; bisa berakibat orang tua menjadi “mengabaikan” anaknya. Mereka ini lebih cenderung memikirkan perbaikan-perbaikan yang hendak dilakukan untuk dirinya sendiri, tanpa mempedulikan si anak. Anak mereka menjadi anak yang sangat kurang kasih sayang orang tuanya.
Di masa depannya, anak yang kurang kasih sayang orang tuanya, akan menjadi anak yang sangat labil kondisi kejiwaannya. Mereka biasanya punya kecenderungan untuk membalas dendam terhadap ketidakadilan di masa kecilnya dulu. Jika tidak cepat ditangani, anak seperti ini bisa punya kecenderungan bertindak kriminal di masa depannya. Orang tua yang kurang mencurahkan kasih sayang kepada anaknya ini, akan mengalami kerugian besar di masa depannya sendiri.
Orang tua seperti ini, baik yang berlebihan dengan kasih sayang, maupun yang sangat kurang memberikan kasih sayang kepada anaknya; akan kehilangan kesempatan untuk mempengaruhi masa depan anak dengan lebih baik. Mereka tidak menyadari, bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang rugi. Ini memang sangat berbahaya bagi pendidikan generasi muda.
Kasih sayang yang tidak proposional justru bisa membahayakan tanggung jawab orang tua kepada anak-anak mereka. Ingatlah selalu hal ini, “jangan pernah lepas tanggung jawab dengan dalih kasih sayang yang berlebihan atau yang kekurangan, karena itu justru membahayakan generasi penerus Anda”.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College
Yess Keyyen banget Mas Wur