1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (255 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...
Published on: November 13, 2006 - 4:50 AM

Agama KAPITAYAN

KAPITAYAN merupakan satu bentuk monoteisme asli Jawa, yang dianut dan dijalankan oleh masyarakat Jawa secara turun temurun sejak zaman dahulu.

Orang Jawa juga menyebutnya sebagai agama kuno Jawa, agama monoteis Jawa, agama monoteis leluhur, dan agama asli Jawa.

Kapitayan lahir jauh sebelum hadir pengaruh Hindu dan Budha, bahkan beberapa pihak menganggap bahwa agama ini bersumber dari ajaran Nabi Adam.

Hal ini karena penganjur pertama yang disebut Hyang Semar merupakan keturunan ke sembilan Nabi Adam. Pernyataan bahwa Hyang Semar merupakan keturunan ke sembilan Nabi Adam didasarkan pada catatan pada kitab kuno “Pramayoga” dan “Pustakaraja Purwa”, yang meruntut silsilah Hyang Semar dan memposisikannya sebagai keturunan ke sembilan Nabi Adam.

Secara etimologi, kata “Kapitayan” merupakan istilah yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, yang memiliki kata dasar “Taya”, yang berarti “tak terbayangkan”, “tak terlihat” atau “mutlak” secara harfiah. Dengan demikian itu berarti bahwa Taya tidak dapat dipikirkan atau dibayangkan, atau tidak dapat digapai oleh panca indra duniawi manusia.

Kapitayan dapat digambarkan sebagai ajaran yang memuja atau menyembah Taya, atau Sang Hyang Taya, yang merujuk kepada entitas yang tak terbayangkan dan tak terlihat, yang juga disebut sebagai Suwung, Awang, atau Uwung.

Kata Awang – Uwung mengacu pada keberadaan nyata tetapi tidak terjangkau, sehingga dapat diketahui dan disembah oleh manusia. Dan Sang Hyang Taya digambarkan sebagai entitas bersifat ketuhanan dan supranatural.

Oleh karena itu, Tuhan dalam agama Kapitayan disebut Sang Hyang Taya. Taya berarti “suwung” (kosong). Tuhan Kapitayan bersifat abstrak, tidak bisa digambarkan.

Sang Hyang Taya diartikan sebagai “tan keno kinaya ngapa”, tidak dapat dilihat, dipikirkan, atau dibayangkan, alias tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya.

Untuk itu, supaya bisa disembah, Sanghyang Taya mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut Tu atau To, yang bermakna “daya gaib” yang bersifat adikodrati. Tu atau To adalah tunggal dalam Dzat. Satu Pribadi. Tu lazim disebut dengan nama Sanghyang Tunggal.

Makna “Tu” atau “To” memiliki artian “tunggal dalam dzat” atau “satu pribadi”, yaitu Kebaikan dan Kejahatan. “Tu” juga lazim disebut “Sang Hyang Tunggal” yang memiliki dua sifat, Kebaikan dan Kejahatan.

“Tu” yang baik disebut sebagai “Tu-han” – dikenal dengan nama “Sang Hyang Wenang”. Sedangkan “Tu” yang bersifat tidak baik disebut “han-Tu” – dikenal dengan nama “Sang Manikmaya”. Menurut ajaran Kapitayan, Sang Hyang Wenang dan Sang Manikmaya menyatu dalam sifat “Sang Hyang Tunggal”.

Sang Hyang Wenang dan Sang Manikmaya pada hakikatnya adalah sifat dari Sang Hyang Tunggal. Karena itu, Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Wenang dan Sang Manikmaya bersifat gaib tidak dapat didekati dengan pancaindera dan akal pikiran. Hanya diketahui sifat-Nya saja.

Dalam praktiknya, puja bakti terhadap “Sang Hyang Tunggal” dilengkapi dengan sesuatu yang memiliki nama “Tu’ atau “To” semisal Tu-mpeng (sesaji), Tu-mpi (keranjang dari anyaman bambu), Tu-ak, (arak), Tu-kung (sejenis ayam), yang semuanya ditujukan untuk memohon sesuatu hal-hal yang baik. Sementara untuk persembahan kepada Sang Manikmaya dilakukan peribadatan serta sesembahan khusus yang biasa dikenal dengan sebutan “Tu-mbal”.

Kekuatan Sang Hyang Taya, yang kemudian mewakili berbagai tempat, seperti di batu, monumen, pohon, dan di banyak tempat lain. Oleh karena itu, pemberian persembahan atas tempat itu, BUKAN karena mereka menyembah batu, pohon, monumen, atau apa pun, tetapi mereka melakukannya sebagai pengabdian kepada Sang Hyang Taya, yang kekuatannya diwakili di semua tempat itu. Agama Kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti dalam agama Hindu.

Ajaran HUMANISME

Kapitayan juga memiliki konsep tentang membangun relasi antar umat beragama. Kapitayan tidak menampik keberadaan agama dan kepercayaan lain di luar keyakinannya.

Dalam konsep Kapitayan, keberadaan agama lain, senyampang memiliki konsep ketuhanan yang mengusung ajaran monoteisme, Tuhan Maha Tunggal, maka harmoni dan kerukunan bukanlah sesuatu yang sulit untuk dicapai dalam kehidupan keseharian.

Salam Rahayu!

Wuryanano

Twitter: @Wuryanano

Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (255 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...

Leave a Comment

Your email address will not be published.