1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (329 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...
Published on: November 10, 2007 - 10:00 AM

Berhenti Menjadi GELAS

Seorang Guru Sufi mendatangi seorang muridnya karena melihat wajah muridnya kebelakangan ini selalu nampak murung dan sedih.

“Kenapa kau selalu murung dan sedih, nak? Bukankah banyak hal indah di dunia ini? Kemana perginya wajah bersyukurmu?” Si Guru bertanya.

“Guru, kebelakangan ini hidup saya penuh dengan masalah. Sukar bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tiada akhirnya,” jawab si murid.

Si Guru tersenyum. “Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam, Bawalah kemari. Biar aku perbaiki suasana hatimu itu.”

Si murid pun beranjak perlahan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa segelas air dan dua genggam garam seperti yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu, setelah itu minum airnya sedikit,” kata Si Guru.

Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air yang sangat asin.

“Bagaimana rasanya?” Tanya Si Guru.

“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah masih meringis.

Si Guru tersenyum sekali lagi, melihat wajah muridnya meringis keasinan.

“Sekarang kau ikut aku.” Si Guru membawa muridnya ke danau dekat tempat mereka. “Ambil garam segenggam lagi, dan tebarkan ke danau.”

Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya kurang sopan meludah di hadapan gurunya itu, Begitulah pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Si Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, bersebelahan pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya,

Si Guru bertanya, “Bagaimana rasanya nak?”

“Segar, segar sekali Guru” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Si Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau tersebut sampai sepuas-puasnya.

“Nak,” kata Si Guru setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadarkan oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap sebegitu, Sebegitu, sebegitulah ia, tidak berkurang, tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”

Si murid terdiam, mendengarkan.

“Tapi Nak, rasa ‘asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat bergantung dari besarnya ‘qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak terasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikanlah qalbu dalam dadamu itu sebesar danau.”

Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano

Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College

Twitter: @Wuryanano

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (329 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...