“Harapkan yang terbaik. Bersiaplah untuk yang terburuk. Memanfaatkan apa yang datang.” – Zig Ziglar
Beberapa waktu lalu, hubungan bisnis saya dengan klien jangka panjang, berubah menjadi sulit. Kehilangan mereka akan berarti kerugian besar bagi bisnis saya. Pemikiran saya pun beradu dengan pikiran negatif yang tidak menyenangkan. Mungkin klien tahu bahwa tim saya tidak cukup baik. Mungkin saya tidak cukup baik untuk menjadi seorang pengusaha. Mungkin saya tidak cukup baik untuk melakukan apa pun.
Mengapa dunia begitu tidak adil? Dalam beberapa saat, kegelisahan saya melonjak sampai jantung saya berdebar lebih cepat. Tapi saya tahu, saya bukanlah satu-satunya yang pernah merasa seperti ini.
Mengapa Masalah Datang Membanjiri
Sebagai manusia, sebenarnya kita pandai memecahkan masalah, jadi, masalah tidak seharusnya membuat kita stres. Namun, seringkali masalah melakukan itu, membuat stres. Mengapa?
Pertimbangkan beberapa contoh situasi dalam hidup ini. Ketika suatu hubungan menuju ke sebuah permasalahan, kita bertanya-tanya apakah pasangan kita mencintai kita lagi. Pikiran kita menggali ingatan, ketika kita dicampakkan atau ditolak. Kita cenderung menyalahkan diri sendiri karena jatuh cinta pada orang yang salah, dan mengatakan pada diri sendiri bahwa tidak pantas menerima cinta.
Menurut Anda, bagaimana hubungan akan mengarah setelah itu? Jika tidak bisa tetap berpegang pada optimisme, kita memikirkan saat-saat lain ketika kita menyerah. Kita ingat apa yang orang katakan tentang hal-hal yang tidak dapat kita lakukan, dan bertanya pada diri sendiri, “Apakah mereka memang benar?” Kita akan mengatakan pada diri sendiri, bahwa kita tidak memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil dalam segala hal.
Menurut Anda, ketika pikiran negatif tentang diri sendiri sudah meresap di benak dan sanubari kita; apakah kita akan menemukan keberanian untuk tetap menjalani optimisme setelah ini?
Jadi di sinilah titik awalnya, cara berpikir kita tidak cukup baik untuk menjadi pengusaha, untuk dicintai, untuk dipromosikan, atau pun untuk mencapai tujuan pribadi kita. Perhatikan polanya! Kita bergerak ke arah yang salah. Tujuannya adalah untuk mencapai tujuan. KECUALI kita BERHENTI MENYERAH pada emosi, dan MULAI MENANGANI situasinya, kita akan terus gagal mencapainya.
Emosi negatif, dan bahkan emosi yang sangat positif pun, dapat mengaburkan penglihatan kita. Semakin kita fokus pada emosi, semakin dalam kita menyelami perasaan kita. Kita marah karena segala sesuatunya tidak sesuai dengan yang kita inginkan, atau menjadi lumpuh karena ketakutan terhadap hasil yang paling buruk. Ini berarti menarik diri dari satu hal yang harus kita lakukan untuk memperbaiki keadaan; MENGAMBIL TINDAKAN.
Bagaimana Mengambil Tindakan dalam Menghadapi Masalah
Kebanyakan manusia sesungguhnya pandai memecahkan masalah. Dan kita menjadi buta adalah saat keliru mendiagnosis masalah. Untuk mendiagnosis masalah secara tepat, kita harus mengatasi situasinya, bukan emosi. Kita harus melihat apa adanya, mengumpulkan fakta tentang apa yang kita khawatirkan, kemudian bertanya pada diri sendiri, “Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?”
Dalam bukunya “How to Stop Worrying and Start Living”, Dale Carnegie menulis: “Baik Anda, saya, Einstein, maupun Mahkamah Agung Amerika Serikat tidak cukup cerdas untuk mencapai keputusan cerdas tentang masalah apa pun, tanpa terlebih dahulu mendapatkan fakta.”
Untuk mengatasi situasi rumit dengan klien saya tersebut, saya mengambil tiga langkah berikut ini:
1. Pertama, saya mengakui perasaan itu
Memecahkan masalah tidak berarti mengabaikan emosi. Penting untuk mengakui perasaan Anda, karena hal itu mengungkapkan jalannya, tetapi menjinakkan emosi Anda adalah lebih penting. Saya mengakui perasaan saya, “Saya merasa cemas karena klien mungkin tidak ingin bekerja dengan kami lagi, dan ini akan menjadi kerugian finansial bagi bisnis kami.”
Perhatikan bagaimana saya mengatakan “Saya merasa cemas” dan BUKAN “Saya pecundang”. Jika saya menyerah pada obrolan pikiran negatif, saya tidak akan menemukan arah untuk pindah ke bagian setelah “karena”. Inilah sebabnya mengapa menjinakkan emosi sangat penting.
2. Saya bersiap untuk yang terburuk
Kita sering lari dari ketakutan, daripada menghadapinya, meskipun tahu bahwa hasil terburuk itu jarang menjadi kenyataan. Hasilnya adalah kita tetap terjebak dalam ketakutan, alih-alih terus memaksakan diri maju. Dan ketika lari dari ketakutan, akibatnya, kita tidak akan pernah menemukan apa yang benar-benar kita mampu.
Dalam kasus saya, yang terburuk berarti kehilangan klien. Itu memang akan menyakitkan, tapi itulah kebenarannya. Namun, di luar itu, kami tetap bisa mendapatkan lebih banyak klien. Dan lagi, perusahaan kami sudah memiliki klien lain yang membantu kami membayar tagihan. Dengan kata lain, saya tidak harus hidup berkelana di jalanan.
Saat saya menerima pemikiran tersebut, beban besar terangkat dari dada saya. Ini mempersiapkan saya untuk langkah ke tiga sebagai langkah pamungkas.
3. Saya memeriksa situasinya
Memeriksa situasi berarti mengesampingkan beban emosional, dan berfokus pada fakta. Saat Anda yakin akan baik-baik saja, Anda menjadi lebih baik dalam mendiagnosis masalah yang sebenarnya. Begitu saya merasa lebih ringan, saya bisa melihat semuanya secara jelas dan detil.
Saya menggunakan “Teknik 5 Mengapa” (menanyakan “Mengapa” sebanyak lima kali), untuk mencari tahu alasan sebenarnya dari ketidakpuasan klien. Kemudian saya mengumpulkan data tentang masalah tersebut, dan tentang apa yang telah kami sampaikan sebelumnya.
Akhirnya, saya menghubungi CEO klien dan mengadakan diskusi secara detail dan konstruktif berdasarkan temuan saya. Dalam tempo tiga hari, CEO klien dan saya, sudah kembali ke situasi dan keadaan seperti sebelumnya.
Cara terbaik untuk mempersiapkan hari esok adalah memberikan hari ini secara terbaik. Saya tidak yakin, apakah masalah dengan klien telah diselesaikan untuk selamanya, atau apakah klien akan berkemas dan pergi suatu hari nanti. Namun, saya yakin bahwa saya siap menangani kasus seperti itu dengan lebih baik hari ini daripada kemarin.
Kendalikan emosi Anda daripada membiarkannya mengamuk. Terimalah sesuatu apa adanya, bukan apa yang Anda inginkan. Bersikaplah realistis, bukan berkhayal. Tangani situasinya, daripada menyerah pada emosi.
Jangan mendahului apa yang ada di depan dan dilumpuhkan oleh rasa takut. Tangani apa yang ada di depan Anda dengan jelas dan teruslah bergerak. Suatu hari Anda akan takjub tentang sudah seberapa dekat Anda dengan tujuan.
Nah Sahabat. Bagaimana Anda terus bergerak maju, ketika semua harapan sepertinya hilang?
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College