Danau alam nan cantik, Telaga Ngebel di kaki Gunung Wilis, wilayah Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo ini dikembangkan sebagai objek daya tarik wisata Ponorogo. Telaga Ngebel menampung sekitar 24 juta meter kubik air, untuk pembangkit tenaga listrik, perternakan ikan, dan pengairan tanaman warga sekitar. Telaga Ngebel juga menyimpan legenda mistis soal sosok ular naga bernama BARU KLINTING.
Ada beberapa versi cerita mistis Telaga Ngebel dan BARU KLINTING. Satu versi cerita rakyat menyebutkan Baru Klinting sebagai jelmaan Patih Kerajaan Bantaran Angin, yang sedang bermeditasi dalam wujud ular raksasa. Ada pula kisah menyebutkan bahwa Baru Klinting adalah anak sepasang suami istri, lahir dalam wujud ular naga.
Versi pertama kisah Baru Klinting itu disebutkan bahwa ular raksasa jelmaan Patih Kerajaan Bantaran Angin tersebut secara tak sengaja tertangkap oleh warga yang kemudian membawanya ke desa.
Sesampainya di desa, ular jelmaan tersebut hendak dijadikan makanan karena ukuran tubuhnya yang besar. Sebelum dipotong ular tersebut secara ajaib menjelma menjadi anak kecil, yang kemudian mendatangi masyarakat dan menyampaikan sayembara. Sang bocah menancapkan sebatang lidi di tanah lalu menantang warga setempat untuk mencabutnya kembali.
Tidak ada seorang warga pun yang berhasil mencabutnya, hingga akhirnya bocah ajaib itulah yang berhasil mencabutnya kembali. Dan, dari lubang bekas ditancapkannya lidi tersebut keluarlah air, kemudian menjadi mata air yang menggenangi seluruh wilayah tersebut, hingga membentuk sebuah telaga. Oleh penduduk desa sekitarnya, telaga tersebut diberi nama Telaga Ngebel yang artinya telaga dengan bau menyengat.
Versi berbeda asal-usul Telaga Ngebel dikatakan bahwa “Ngebel” berasal dari istilah Jawa: “Ngembel” artinya “Berair”,terkait dengan seorang wara’i atau orang sakti dengan ilmu kanuragan dan ilmu agama.
Suatu waktu, wara’i itu melewati daerah di kawasan Ponorogo dan melihat fenomena tanah yang berair itu. Maka sang wara’i pun berujar, “Ana sak wijining jaman, tlatah iki kasebut Ngembel (Suatu saat daerah ini bernama Ngembel),” Tapi karena lidah sering salah kaprah dalam pengucapan, sehingga dalam waktu lama dan turun temurun, maka kata “Ngembel” pun selanjutnya berubah menjadi “Ngebel”.
Nah, kali ini saya akan menceritakan versi yang menurut saya paling menarik terkait Mitos Telaga NGEBEL dan BARU KLINTING tersebut.
Pada zaman dahulu, ada sepasang suami istri memiliki anak seekor Ular Naga. Dan, Naga itu diberi nama BARU KLINTING.
Menyadari keanehan wujud BARU KLINTING, suami istri itu tak berani tinggal di kampung halaman mereka, karena khawatir menjadi bahan gunjingan tetangga. Mereka pun mengungsi ke puncak gunung untuk mengasingkan diri dan memohon kepada Dewa, agar mengembalikan wujud putra mereka ke wujud manusia.
Bertapa 300 Tahun
Doa itu pun didengar oleh Dewa. Syarat yang harus dilakukan oleh Baru Klinting untuk berubah wujud manusia adalah melakukan pertapaan selama 300 tahun, dengan cara melingkarkan tubuhnya di Gunung Semeru.
Sayangnya, panjang tubuh Baru Klinting kurang sejengkal untuk bisa melingkari seluruh gunung. Maka, demi menutupi kekurangan itu, ia menjulurkan lidahnya sehingga menyentuh ujung ekornya.
Rupanya, syarat untuk menjadi manusia bukan hanya itu. Beberapa waktu kemudian, Dewa meminta ayah si Baru Klinting memotong lidah putranya yang sedang bertapa tersebut. Baru Klinting tak menolak, demi kebaikannya agar menjadi manusia.
Saat waktu bertapa Baru Klinting hampir selesai, ada kepala kampung yang akan menikahkan anaknya. Kepala kampung pun sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, terlebih lagi soal hidangan.
Mereka akan menggelar pesta pernikahan sangat mewah dan sangat besar. Demi menutupi kekurangan bahan makanan, secara sukarela warga membantu sang kepala kampung berburu di hutan. Ada yang mencari buah-buahan, ranting/kayu bakar hingga hewan buruan, seperti rusa, kelinci, maupun ayam hutan.
Sudah beberapa lama warga berburu, namun tak mendapatkan hasil hewan buruan apa pun. Tanpa sengaja, ada warga yang beristirahat karena lelah berburu, mengayunkan parangnya pada pokok pohon tumbang. Namun, alangkah kagetnya mereka ternyata parang itu malah berlumuran darah.
Jadi Hidangan Pesta
Dari pokok pohon tumbang itu mengucur darah segar. Dan, mereka baru sadar kalau yang mereka tebas tadi bukan pohon tumbang tetapi ular raksasa atau ular naga. Menyadari hal ini, warga pun beramai-ramai mengambil dagingnya untuk dimasak sebagai hidangan pesta pernikahan tersebut.
Hari pesta pernikahan anak kepala kampung tersebut adalah hari berakhirnya pertapaan Baru Klinting. Benar saja, naga itu pun berubah wujud menjadi anak kecil. Sayangnya, si anak mengalami kesusahan dalam berbicara karena lidahnya dipotong sebagai syarat menjadi manusia. Dan, tubuhnya penuh dengan borok yang membusuk, lantaran saat bertapa tubuhnya disayat-sayat untuk diambil dagingnya oleh warga sebagai bahan makanan pesta.
Anak berborok yang tak kuasa bicara sempurna itu pun mendatangi pesta kepala kampung. Ia kelaparan dan memohon agar diberi makanan. Namun, tak satu pun warga memedulikannya. Warga malah mengejek dan mengusir anak kecil itu.
Melihat nasib anak itu, seorang wanita tua merasa kasihan dan membawanya pulang. Lalu si anak diberi makan dengan lauk berupa daging yang diterima dari pesta kepala kampung. Si anak pun makan dengan lahap, tapi dia tak mau memakan daging itu.
“Nek, tadi saya pikir sudah tak ada lagi orang baik di kampung ini. Rupanya, masih ada orang seperti Nenek. Nek, tolong siapkan lesung (kayu tempat menumbuk padi). Nanti bila terjadi sesuatu, nenek segeralah naik ke dalam lesung tersebut,” tutur Baru Klinting selesai makan, seketika tubuhnya berubah menjadi sempurna,tanpa borok dan bisa lancar bicara.
Tanpa banyak kata, wanita tua itu pun menuruti ucapan Baru Klinting. Kemudian, bocah jelmaan ular naga itu kembali ke tempat pesta. Dia membawa sebatang lidi, selanjutnya meneriakkan sayembara untuk diikuti oleh warga kampung.
“Wahai warga semua, lihatlah di tanganku. Aku memiliki sekerat daging. Jika kau mampu memenangkan sayembara yang kuadakan, maka ambillah daging ini. Namun, jika kalian tak mampu, maka berikanlah semua daging yang kalian masak kepadaku, Cabutlah lidi yang baru aku tantapkan ini,” tantang Baru Klinting. Dia lalu menancapkan sebatang lidi ke tanah.
Warga pun mencoba satu persatu, tapi semuanya tak mampu mencabut lidi tersebut. Sayangnya, mereka juga tak mau memberikan daging yang telah mereka masak.
“Lihatlah ketamakan kalian wahai manusia. Lihatlah ketidakpedulian kalian pada sesama, pada manusia yang cacat sepertiku. Bahkan kalian tidak mau mengembalikan hakku! Ketahuilah, daging yang kalian masak itu adalah dagingku saat aku menjadi ular naga. Maka, kalian berhak mendapatkan balasan setimpal!” ujar Baru Klinting seraya mencabut lidi tersebut.
Keanehan pun terjadi, dari lubang bekas lidi itu tertancap, terus menerus mengucurkan air, yang akhirnya menenggelamkan seluruh kampung tersebut. Genangan air itu pun berubah menjadi telaga, Sedangkan wanita tua yang memberi makan Baru Klinting selamat, karena berada di dalam lesung, yang menjadi perahu penyelamatnya dari tenggelam.
BARU KLINTING selanjutnya berubah lagi menjadi ular naga, masuk ke dalam telaga dengan melingkarkan tubuhnya di dasar Telaga Ngebel yang bentuknya menyempit di bagian bawah.
Demikianlah untuk Sahabat ketahui, sekilas kisah Mitos Telaga NGEBEL dan BARU KLINTING.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College