Kurangnya AKUNTABILITAS ada dimana-mana. Itu adalah virus menular yang menginfeksi pikiran dan melumpuhkan kemajuan.
Setiap kali Anda mengalami hasil yang buruk, perhatikan dengan cermat urutan kejadian yang mengarah ke hasil yang buruk, dan Anda hampir selalu menemukan bahwa banyak orang terlibat gagal mengambil tanggung jawab yang memadai, atas masalah dan solusinya.
Berikut adalah kisah anekdot, yang menggambarkan bagaimana penyakit akuntabilitas rendah, dapat membunuh kemajuan dan menghancurkan organisasi.
Ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan dan semua orang diminta untuk melakukannya. Semua orang yakin Seseorang akan melakukannya. Siapa pun bisa melakukannya, tetapi Tidak ada yang melakukannya. Seseorang marah tentang itu, karena itu adalah tugas Semua Orang.
Semua orang mengira Siapa pun bisa melakukannya, tetapi Tidak Ada yang menyadari bahwa semua orang tidak akan melakukannya. Akhirnya semua orang menyalahkan Seseorang, ketika tidak ada yang melakukan apa yang bisa dilakukan siapa saja.
Perbedaan Antara Responsibilitas dan Akuntabilitas
RESPONSIBILITAS adalah mengambil kepemilikan atas aktivitas. Seseorang bertanggung jawab menyelesaikan tugas, yang tercantum di deskripsi pekerjaannya.
AKUNTABILITAS adalah mengambil kepemilikan atas hasil. Seseorang yang memahami dengan jelas apa yang perlu dicapai, dan melakukan apa yang diperlukan, bertanggung jawab untuk mendapatkan hasil yang benar.
Untuk lebih memahami perbedaan antara RESPONSIBILITAS, dan AKUNTABILITAS, saya berikan contohnya berikut ini.
Seorang akunting perusahaan, yang bertugas untuk penggajian karyawan, sebut saja bernama Siti. Siti adalah salah satu orang paling bertanggung jawab di perusahaan. Dia mendokumentasikan setiap instruksi yang dia terima, untuk memastikan dia melaksanakan instruksi tersebut, yang terdapat pada surat itu.
Namun ketika ada yang tidak beres, saat beberapa karyawan tidak mendapatkan hasil gaji yang sesuai, Siti adalah orang pertama yang mengatakan “Saya hanya melakukan apa yang diperintahkan.”
Dengan kata lain, dia “HANYA” melakukan apa yang diperintahkan. Siti tidak terlalu khawatir tentang hasilnya, dan berkelit dengan dasar instruksi yabg diterimanya, sehingga merasa lebih baik menjauhi masalah dengan atasannya. Yah, dia punya responsibilitas, tapi tidak akuntabilitas.
Responsibilitas adalah mengambil kepemilikan atas Aktivitas. Akuntabilitas adalah mengambil kepemilikan atas Hasil.
Individu yang lemah membiarkan nasib menentukan hasil mereka. Mereka menyalahkan masalah mereka pada keadaan dan orang lain. Dan secara efektif menyerahkan kekuatan untuk mengatasi masalah mereka, pada keadaan dan orang yang mereka salahkan. Pemikiran mereka pada dasarnya adalah, “Jika keadaan atau orang ini tidak berubah dengan sendirinya, saya akan terjebak dalam situasi ini selamanya. Saya adalah korban yang tidak berdaya.”
Ketika Anda menyalahkan masalah Anda pada keadaan atau orang, maka Anda memberikan kekuatan untuk mengatasi masalah Anda, kepada orang yang Anda salahkan.
Akuntabilitas Mendahului Kebesaran
Kebesaran, dalam individu dan organisasi, hanya dapat dibangun di atas fondasi akuntabilitas.
Pemimpin mengambil hasil dengan memanfaatkan segala yang ada dalam kendali mereka untuk mendapatkan hasil yang tepat.
Sebagai contoh. Pada tahun 2008, ketika dipastikan bahwa 23 orang meninggal setelah makan daging dari perusahaan daging terbesar Kanada, CEO Maple Leaf, Michael McCain mengambil sikap akuntabilitas pribadi atas tragedi tersebut dengan menyatakan “Tanggung jawab berhenti di sini.” McCain melanjutkan dengan mengatakan, “Saat melewati krisis, ada dua penasihat yang tidak saya perhatikan. Yang pertama adalah pengacara, dan yang kedua adalah akuntan. Ini bukan tentang uang atau tanggung jawab hukum. Ini tentang tanggung jawab kita untuk menyediakan makanan yang aman bagi konsumen.” Maple Leaf bertindak cepat dan tegas untuk mengurangi dampak makanan yang terkontaminasi, dan mengambil beberapa langkah untuk memastikan hal itu tidak terjadi lagi.
Tentu saja, akuntabilitas tidak hanya dibutuhkan saat terjadi kesalahan. Orang yang merasa memiliki hasil, membantu memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik. Kapten David Marquet, komandan kapal selam nuklir USS Santa Fe, ingin memberdayakan awak kapalnya sejauh yang dia bisa. Jadi Kapten Marquet menerapkan apa yang disebut Stephen Covey dalam bukunya The 8th Habit sebagai prinsip “Saya berniat untuk..”
Ketika ada perwira atau pelaut menghadapi situasi yang membutuhkan keputusan di luar otoritas mereka. Mereka memutuskan apa yang harus dilakukan, sebelum menyampaikan rencana mereka kepada Kapten. “Sepanjang hari orang akan mendatangi Kapten dan berkata ‘Saya berniat melakukan ini,’ atau ‘Saya berniat melakukan itu.’” Cerita Covey. Kapten sering mengajukan pertanyaan dan kemudian berkata, BAIKLAH.”
Covey melanjutkan, bahwa “‘Saya berniat untuk”, itu BERBEDA dalam jenis dari “Saya merekomendasikan.” Orang tersebut telah melakukan lebih banyak pekerjaan analitis, sampai-sampai dia benar-benar siap untuk melaksanakan tindakan tersebut setelah disetujui. Dia tidak hanya memiliki masalahnya tetapi juga solusinya. USS Santa Fe kemudian menerima Arleigh Burke Trophy untuk skuadron kapal selam, kapal tempur, atau penerbangan yang paling baik di Pasifik.
Tiga Langkah Mengembangkan Akuntabilitas Pribadi
Kebesaran dalam segala bentuknya dibangun di atas fondasi akuntabilitas. Untungnya, mengembangkan akuntabilitas pribadi adalah cukup mudah, namun butuh komitmen besar untuk melakukannya.
Berikut adalah 3 Langkah Mengembangkan Akuntabilitas Pribadi.
LANGKAH 1: Jangan Menyalahkan
Menyalahkan membunuh akuntabilitas! Para pemimpin memberikan contoh akuntabilitas yang ingin ditiru orang lain.
Akuntabilitas yang rendah akan mudah menular, karena kesalahan menimbulkan kesalahan. Ketika ada yang tidak beres, kebanyakan orang merasa perlu untuk membela diri dan menangkis kesalahan dwngan menunjuk ke tempat lain, baik pada keadaan yang tidak menguntungkan, atau kepada orang lain.
Dan apa reaksi alami ketika seseorang merasa disalahkan? Jawaban: menjadi defensif dan menyalahkan seseorang atau sesuatu yang lain. Tidak ada yang berani mengambil tanggung jawab atas hasil yang buruk, ketika mereka tahu pemimpin mereka akan melemparkannya ke jurang. Dan siklus menyalahkan akan terus berlanjut.
Para pemimpin memperpendek permainan menyalahkan dalam organisasi mereka, ketika mereka berhenti menunjuk jari dan introspeksi.
LANGKAH 2: Berkaca dan Introspeksi
Minta umpan balik & akui peran Anda dalam masalah. Kemampuan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, membutuhkan kemampuan untuk mengakui bagaimana Anda telah berkontribusi pada keadaan Anda saat ini.
Mengakui bagaimana Anda telah berkontribusi pada masalah Anda, akan menghilangkan kekuatan dari hal-hal yang mungkin membuat Anda tergoda untuk menyalahkan, dan mempersenjatai Anda dengan kekuatan untuk mengatasi masalah Anda.
Ketika kita mengakui bagaimana kita telah berkontribusi pada masalah kita, kita seperti detektif yang mencari petunjuk untuk menentukan semua faktor yang menyebabkan situasi kita saat ini.
Meminta umpan balik secara teratur seperti mewawancarai saksi. Kasus yang solid jarang didasarkan hanya pada satu atau dua kesaksian. Tidak ada saksi yang 100% dapat diandalkan. Tetapi tema umum dalam kesaksian, banyak saksi memberikan bukti kebenaran yang meyakinkan.
Meminta umpan balik secara teratur dan menerimanya dengan rasa syukur, sangat penting untuk mengembangkan akuntabilitas pribadi. Pengetahuan adalah kekuatan, terutama dalam hal meningkatkan situasi Anda saat ini. Masukan tidak dapat menyakiti Anda, itu hanya dapat membantu Anda, jadi perlakukanlah masukan itu seperti hadiah saat Anda menerimanya.
LANGKAH 3: Menjadi Solusinya
Perbaiki prosesnya, bukan mengandalkan orang lain. Orang-orang yang meminta umpan balik dan mengakui peran mereka dalam masalah, itu sudah setengah jalan menuju solusi. Jika Anda adalah bagian dari sistem tempat masalah ditemukan, tindakan Anda kemungkinan besar berkontribusi pada masalah tersebut.
Begitu orang tahu bagaimana mereka berkontribusi pada situasi mereka saat ini, dua hal berdampak tertinggi yang dapat mereka ubah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik adalah:
1. Diri Sendiri
2. Sistem
Pemimpin yang buruk percaya bahwa sebagian besar masalah adalah hasil dari orang yang malas atau bodoh, jadi mereka secara alami pergi bekerja mencoba untuk “memperbaiki” orang melalui pelatihan, atau manipulasi seperti ancaman dan hukuman. Ada dua masalah dengan pendekatan ini:
- Orang lain jarang menjadi penyebab utama masalah. Tindakan pemimpin dan faktor eksternal yang dapat diubah (sistem atau proses), biasanya merupakan faktor penyumbang yang jauh lebih penting bagi hasil.
- Orang tidak merespons dengan baik untuk DIPERBAIKI.
Pemimpin yang lemah bertanya, “Siapa yang harus disalahkan?” Pemimpin yang kuat, bertanya “Di mana letak sistem rusak?”
Pemimpin Menciptakan Akuntabilitas
Mengembangkan akuntabilitas pribadi berada dalam kemampuan dan kendali setiap orang. Namun, seperti disebutkan di atas, tak seorang pun, akan berani bertanggung jawab atas hasil yang buruk, jika mereka yakin pemimpin mereka akan menghukum mereka karenanya.
Mereka yang berada di posisi kepemimpinan adalah pendorong utama akuntabilitas dalam organisasi mereka. Orang-orang mengamati mereka yang berada dalam posisi kepemimpinan jauh lebih dekat, daripada yang dipikirkan oleh mereka dalam posisi kepemimpinan.
Orang-orang mencari yang berwenang untuk mendapatkan petunjuk tentang bagaimana berperilaku. Pemimpin yang ingin orang-orangnya mengambil akuntabilitas, harus lebih dulu memodelkan akuntabilitas, dengan secara konsisten mengikuti tiga langkah akuntabilitas pribadi tersebut di atas.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College